nanaslot

2024-10-08 04:24:05  Source:nanaslot   

nanaslot,pintu ajaib slot demo,nanaslot

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Pertanian (Kementan) mewacanakan membuka keran impor 1 juta ekor sapi perah. Hal itu untuk mendukung program makan bergizi gratis (MBG) oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto.

Padahal, dalam program makan bergizi gratis, susu adalah salah satu menunya. Badan Gizi Nasional akan mulai mengeksekusi program ini mulai 2 Januari 2025. Masyarakat yang menjadi target penerima program itu pun telah disiapkan.

Impor 1 juta ekor sapi perah ini juga diharapkan mendukung upaya swasembada susu di dalam negeri. Sebab, hingga saat ini, RI masih mengandalkan setidaknya 80% pasokan susu impor.

Karena ketergantungan impor susu ini, diperkirakan bakal butuh dana setidaknya Rp36 triliun.

Angka ini mengacu pada data BPS yang menunjukkan, tahun 2023 impor susu mencapai 287.970 ton, memakan biaya US$921,42 juta.

Jika untuk memenuhi 733.768 ton kebutuhan susu gratis MBG, maka pemerintah harus menyediakan dana sekitar US$2,34 miliar atau setara Rp36,75 triliun (asumsi kurs Rp15.656/US$) pada tahun 2025.

Lantas, bagaimana sebenarnya kondisi peternakan sapi perah dan produksi susu sapi di Indonesia? 

Apakah opsi mengimpor 1 juta ekor sapi perah jadi solusi strategis? Atau lebih baik mempertimbangkan solusi alternatif, yaitu susu ikan. 

Populasi sapi perah di Indonesia terus mengalami penurunan yang signifikan selama beberapa tahun terakhir.

Berdasarkan data BPS, populasi sapi perah pada tahun 2023 mencapai 507.075 ekor, turun drastis dari 582.169 ekor di tahun 2021. Penurunan ini memengaruhi produksi susu dalam negeri, yang kini tidak mampu memenuhi kebutuhan domestik.

Salah satu penyebab utama penurunan populasi sapi perah adalah wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang melanda pada tahun 2022. Wabah ini memberikan dampak jangka panjang, karena sapi yang terinfeksi meskipun sembuh, tidak bisa pulih secara optimal. Produktivitas sapi menurun hingga hanya mencapai 60% dari kapasitas normal, yang berdampak langsung pada berkurangnya produksi susu.

Penurunan populasi sapi perah ini membuat Indonesia semakin bergantung pada impor sapi dan susu.

Program makan bergizi gratis yang digagas oleh Prabowo Subianto memerlukan pasokan protein tinggi, termasuk susu, yang semakin memperparah kebutuhan akan impor. Pemerintah merencanakan untuk mengimpor hingga satu juta sapi perah hingga 2029 untuk mendukung program ini. Namun, tantangan muncul dalam proses aklimatisasi sapi impor dari negara-negara dengan iklim berbeda, seperti Australia dan Selandia Baru.

Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan, konsumsi susu di Indonesia terus meningkat, sementara produksi domestik tidak mampu mengimbanginya.

Pada tahun 2023, produksi susu sapi nasional hanya mencapai 837.223 ton, turun dari 951.003 ton pada 2018. Konsumsi susu cair mingguan per kapita juga meningkat dari 2.044 ml pada 2018 menjadi 2.056 ml pada 2023. Hal ini menimbulkan kesenjangan besar antara kebutuhan dan produksi susu, memaksa Indonesia untuk terus mengimpor dari luar negeri.

Ketua Dewan Persusuan Nasional (DPN) Teguh Boediyana menuturkan, RI pernah impor sapi perah besar-besaran pada periode tahun 1979-1986.

"Kita impor sekitar 80 ribu ekor dari Australia dan Selandia Baru. Kita pernah impor dari Amerika Serikat, tapi hanya sekitar 5.000 ekor. Itu semua di era sebelum reformasi," katanya kepada CNBC Indonesia, Rabu (11/9/2024).

"Di era reformasi, ada impor proyek Kementan. Tapi jumlahnya tidak besar. Pihak perusahaan peternakan skala besar juga impor sapi perah. Jumlahnya ribuan," tambah Teguh Boediyana.

BPS mencatat, impor ternak sapi/ lembu sepanjang tahun 2019-2022 mencapai 418.256 ekor, senilai US$1.395.509.472.

Angka itu tidak membedakan jumlah impor sapi perah atau sapi potong. Juga tidak mendetailkan informasi apakah impor tersebut termasuk sapi bunting.

"Sapi perah umumnya diimpor dalam kondisi bunting untuk memastikan bahwa sapi fertil," jelas Teguh Boediyana. 

Sementara itu, impor susu Indonesia terus menanjak.

Impor tahun 2022 bahkan melonjak 15 kali lipat dibandingkan volume impor susu tahun 2019 yang tercatat sebesar 24.701 ton.

Belakangan ini muncul potensi penggunaan susu ikan sebagai alternatif susu sapi dalam program MBG. Ide itu dilontarkan oleh Direktur Utama Holding Pangan ID FOOD Sis Apik Wijayanto.

Sis Apik mengatakan, kajian ini berdasarkan pengadaan susu dari peternakan sapi perah terintegrasi alias mega farm yang membutuhkan waktu selama dua hingga tiga tahun. Dalam pengadaan susu sapi tersebut, pemanfaatan peternak lokal di seluruh Indonesia bakal dimaksimalkan.



Mengutip situs resmi KKP, susu ikan mengandung Eicosapentaenoic Acid (EPA), Docosahexaenoic Acid (DHA), dan Omega-3 yang tinggi, bebas alergen, dan mudah dicerna tubuh karena memiliki tingkat protein mencapai 96%.

Susu ikan, yang diolah dari protein ikan menggunakan teknologi modern, menjadi solusi sementara untuk memenuhi kebutuhan susu dalam negeri. Ikan-ikan seperti tongkol dan tuna yang kaya akan protein diolah menjadi minuman bergizi tinggi yang dapat menggantikan susu sapi dalam program gizi pemerintah.

Namun, langkah ini tidak sepenuhnya menyelesaikan masalah. Meskipun susu ikan menjadi inovasi yang menjanjikan, tantangan tetap ada dalam hal produksi massal dan efisiensi industri perikanan di Indonesia. Industri ini perlu beradaptasi dengan teknologi pengolahan yang canggih agar dapat memenuhi permintaan domestik secara efektif.

Dalam jangka panjang, upaya impor sapi dan pengembangan susu ikan mungkin bisa mengurangi kesenjangan produksi susu.

Namun, Indonesia juga perlu memprioritaskan program-program untuk memperkuat peternakan lokal, seperti inseminasi buatan dan restocking sapi perah, untuk meningkatkan populasi dan produktivitas sapi perah di masa depan. Impor sapi bukanlah solusi jangka panjang jika tidak diimbangi dengan kebijakan yang mendukung keberlanjutan peternakan domestik.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

(emb/dce) Saksikan video di bawah ini:

Prabowo: Hilirisasi Mutlak, Tidak Bisa Ditawar!

iframe]:absolute [&>iframe]:left-0 [&>iframe]:right-0 [&>iframe]:h-full">

Read more