erek erek kutu

2024-10-08 06:19:52  Source:erek erek kutu   

erek erek kutu,plat padang,erek erek kutu

Jakarta, CNBC Indonesia- Eskalasi di Timur Tengah masih terus terjadi. Setelah menyerang Gaza, Palestina, selama setahun, kali ini Israel memperluas serangannya ke wilayah Lebanon untuk menumpas milisi Hizbullah.

Serangan Israel ini dilakukan dengan berbagai bentuk, mulai dari ledakan pager, hingga serangan bom besar-besaran yang akhirnya menewaskan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Hizbullah, Sayyed Hassan Nasrallah, serta Komandan Garda Revolusi Iran (IRGC), Abbas Nilforoushan.

Hizbullah sendiri memang merupakan kelompok yang disokong oleh Iran. Serangan Israel terhadap milisi itu akhirnya juga membuat Teheran melancarkan serbuan balasan besar-besaran ke Negeri Zionis dengan hampir 200 rudal.

Baca:
Terungkap! Khamenei Tahu Nasrallah Bakal Dibunuh, Sempat Lakukan Ini

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa Iran telah 'membuat kesalahan besar' dan 'akan membayarnya'. Utusan Israel untuk PBB, Danny Danon, mengatakan negara itu 'akan mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk melindungi warga Israel'.

"Seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya kepada masyarakat internasional, setiap musuh yang menyerang Israel harus menghadapi respons yang keras," tulis Danon di media sosial.

Juru bicara militer Israel Daniel Hagari mengatakan Israel 'sepenuhnya siap untuk mempertahankan diri dan membalas' serangan Iran, dan menekankan bahwa hal itu akan dilakukan 'pada waktu yang tepat'.

Situasi ini pun menimbulkan pertanyaan terkait bagaimana sikap negara-negara Arab teluk seperti Arab Saudi, Kuwait, Oman, Qatar, Bahrain, dan Uni Emirat Arab (UEA). Pasalnya, negara-negara tersebut memiliki hubungan yang panas dengan Iran dan Hizbullah, namun di sisi lain, menentang aksi Israel utamanya di wilayah Palestina.

"Kenegaraan Palestina merupakan prasyarat untuk perdamaian, bukan produk sampingannya," tulis menteri luar negeri Saudi Pangeran Faisal bin Farhan di Financial Times, Rabu (2/10/2024).

Analisis The Guardianmenyebut belum jelas bagaimana negara-negara Teluk menyikapi kemungkinan peperangan antara Israel dan Iran. Walau begitu, satu hal yang menjadikan kekhawatiran adalah laporan bahwa Israel mempertimbangkan untuk menyerang instalasi minyak Iran dan situs nuklirnya

Baca:
Bisa Jebol Iron Dome Israel, Ahli Ungkap Kemampuan Rudal Baru Iran

"Arab khawatir akan implikasi moral dari 'kemenangan total' Israel. Hal ini akan mewariskan pelajaran yang suram bagi Timur Tengah, bahwa 'keadilan' dapat diperoleh melalui perang total," tulis media tersebut.

The Guardianmenyebutkan jika kebangkitan Israel terus berlanjut, negara-negara Teluk dan Arab mungkin menghadapi dilema. Di satu sisi, melemahnya pengaruh Iran dalam jangka panjang dapat menciptakan kekosongan yang tidak diinginkan dan tidak stabil, di mana hanya Israel yang memegang pengaruh di kawasan tersebut.

"Di sisi lain, hal itu dapat menjadi peluang bagi negara-negara regional untuk mengeksploitasi kelemahan Iran dan memukul mundur aktor-aktor nonnegara yang didukung Iran."

Banyak negara regional memiliki alasan untuk ingin melihat Teheran melemah. Iran yang melemah dapat memberi ruang yang lebih besar bagi Presiden Irak, Mohammed Shia Al Sudani, untuk mengendalikan faksi-faksi yang didukung Teheran.

Baca:
Lebanon: Bos Hizbullah Sepakat Gencatan Senjata Sebelum Dibunuh Israel

Front Aksi Islam Yordania, cabang Ikhwanul Muslimin, menduduki puncak jajak pendapat dalam pemilihan parlemen baru-baru ini, memperoleh 28% suara dan menjadi partai tunggal terbesar. Yordania secara sporadis menyalahkan Iran karena mencoba menghasut kelompok-kelompok yang memusuhi faksi politik itu.

Bahrain, yang menormalisasi hubungan dengan Israel pada tahun 2020 bersama dengan UEA, harus menangkis demonstrasi pro-Palestina yang terus-menerus. TV LuaLuayang pro-Iran di negara itu bahkan mengklaim telah terjadi demonstrasi Syiah untuk berkabung atas kematian Hassan Nasrallah.

Namun, hubungan yang krusial bagi kawasan ini adalah hubungan antara Iran dan Arab Saudi. Hubungan keduanya baru-baru ini dibangun dengan dilandasi peta jalan de-eskalasi yang diusulkan China dan disetujui pada tahun 2023 antara kedua negara.

Arab Saudi menjamu presiden Iran untuk pertama kalinya dalam 11 tahun dan mengizinkan peziarah Iran untuk bepergian ke kota-kota suci Mekkah dan Madinah. Riyadh telah membangun kembali hubungan dengan rezim Al Assad Suriah yang didukung Teheran dan berharap telah memperoleh dukungan Iran untuk mencegah milisi Houthi di Yaman meluncurkan rudal melintasi perbatasan ke Saudi.

Riyadh juga telah menegaskan berkali-kali di depan umum, termasuk kepada Amerika Serikat (AS), bahwa mereka tidak tertarik pada normalisasi dengan Israel selama jalur yang kredibel menuju solusi dua negara tidak disertakan.

Dengan situasi ini, dalam sebuah makalah yang baru saja diterbitkan oleh Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri, para penulis berpendapat bahwa hubungan Saudi-Iran sangat penting untuk menjaga perdamaian. Hal ini, menurut mereka, akan membuat serangan terhadap Negeri Para Mullah menjadi kontraproduktif.

"Pendekatan zero-sum yang berupaya untuk sepenuhnya mengunci Teheran dari arsitektur keamanan regional tidak akan mendapatkan dukungan regional dan pada akhirnya akan menjadi kontraproduktif," tulis mereka.


(luc/luc) Saksikan video di bawah ini:

Video: Israel Luncurkan Serangan Terbesar, Beirut 'Bak' Neraka

iframe]:absolute [&>iframe]:left-0 [&>iframe]:right-0 [&>iframe]:h-full">Next Article Siaga Perang Besar Arab, Hizbullah-Iran Serang Habis Israel Senin Ini

Read more