tabel data sydney 4d

2024-10-08 03:47:53  Source:tabel data sydney 4d   

tabel data sydney 4d,kinghouse toto,tabel data sydney 4d

Jakarta, CNBC Indonesia- Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Eliza Mardian mengungkapkan, jatuhnya daya beli masyarakat Indonesia telah terjadi sejak 2023, sebelum munculnya fenomena deflasi empat bulan beruntun sejak Mei-Agustus 2024.

Baca:
Gawat! 4 Provinsi Ini Terus Menerus Deflasi, Kalsel Paling Buruk!



Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) deflasi pada Mei 2024 sebesar 0,03% secara bulanan (month to month/mtm), semakin dalam pada Juni 2024 sebesar 0,08%. Pada Juli 2024 angkanya memburuk menjadi tembus 0,18%, dan kembali ke level 0,03% pada Agustus 2024.

"Kan ramai empat bulan berturut-turut deflasi. Nah apakah sinyal daya beli masyarakat menurun? Sebetulnya indikasi pelemahan daya beli masyarakat sudah terjadi sejak akhir 2023," kata Eliza dalam program Profit CNBC Indonesia, Selasa (3/9/2024).

Eliza mengatakan, sebetulnya memburuknya daya beli sejak 2023 tergambar dari angka inflasi inti yang merosot pada tahun itu. Pada Januari 2023, secara bulanan inflasi inti bertengger di level 0,33%, namun pada Desember 2023 hanya sebesar 0,14%. Per Agustus 2024 pun hanya sebesar 0,20%.

"Jadi inflasi inti pada 2020 karena Pandemi Covid-19 sempat turun dan reboundkembali pada 2022 dan awal 2023 tapi karena ada kebijakan kenaikan BBM subsidi (2022) yang kerek inflasi ini sebabkan inflasi inti turun pada 2023," ujar Eliza.

ElizDiaa menjelaskan, tertekannya daya beli masyarakat beberapa waktu terakhir dipicu oleh kenaikan harga-harga akibat kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi pada 2022, yang ikut mengerek harga pangan menyebabkan inflasi bahan pangan bergejolak atau volatile foodnaik sejak awal 2024 meski kini turun. Namun, kenaikan itu tak diiringi oleh kenaikan upah kelas pekerja atau kelas menengah.

Inflasi bahan pangan bergejolak atau volatile foodnaik sejak Januari 2024 hingga mencapai level tertingginya pada Maret 2024 sebesar 10,33%, sebelum akhirnya turun pada Agustus 2024 ke posisi 3,04%. Per Mei saja, level inflasi bahan pangan bergejolak masih sebesar 8,14%, jauh di atas kenaikan rata-rata gaji di Indonesia.

Sementara itu, mengutip catatan Bank Indonesia kenaikan gaji untuk aparatur sipil negara atau ASN pada periode 2019-2024 hanya sebesar 6,5% dengan catatan untuk periode 2020-2023 tak ada kenaikan gaji ASN. Adapun, kenaikan UMR atau gaji pegawai swasta rata-rata hanya 4,9% pada 2020-2024.

Maka tak heran, Eliza mengatakan, data jumlah kelas menengah di Indonesia menyusut pada tahun ini, karena banyak dari mereka yang turun kelas. Berdasarkan data BPS jumlah kelas menengah di Indonesia pada 2019 masih sebanyak 57,33 juta orang atau setara 21,45% dari total penduduk. Lalu, pada 2024 hanya tersisa 47,85 juta orang atau setara 17,13%.

Artinya ada sebanyak 9,48 juta warga kelas menengah yang turun kelas. Karena, data kelompok masyarakat kelas menengah rentan atau aspiring middle classmalah naik, dari 2019 hanya sebanyak 128,85 juta atau 48,20% dari total penduduk, menjadi 137,50 juta orang atau 49,22% dari total penduduk.

Demikian juga dengan angka kelompok masyarakat rentan miskin yang ikut membengkak dari 2019 sebanyak 54,97 juta orang atau 20,56%, menjadi 67,69 juta orang atau 24,23% dari total penduduk pada 2024. Artinya, banyak golongan kelas menengah yang turun kelas kedua kelompok itu.

"Kan kelas menengah motor penggerak konsumsi, tapi kelas menengah ini sangat terdampak, kelas menegas sudah turun 9 juta orang, karena pertumbuhan upah itu lebih rendah dibanding inflasinya," ujar Eliza. "Jadi memang terlihat ada terjadinya pelemahan daya beli ini," tegasnya.

Meski begitu, pemerintah dan otoritas moneter yakni Bank Indonesia menganggap bahwa deflasi yang terjadi empat bulan beruntun seiring dengan terus anjloknya angka PMI Manufaktur belum menjadi alarm yang menandakan aktivitas ekonomi domestik sedang melemah.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti mengatakan, kondisi itu disebabkan deflasi sendiri terjadi karena harga-harga pangan yang menurun drastis, yang menjadi pertanda bahwa pemerintah mampu mengendalikan harga pangan secara baik.

"Enggak, enggak (alarm). Kan pangan yang pemicunya, berarti kan berhasil pengendalian pangan, jadi lebih ke pangan ya, kan pangannya deflasi gede," ujar Destry di Gedung DPD RI, Jakarta.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga menganggap, deflasi empat bulan beruntun yang terjadi di Indonesia ini tidak mencerminkan daya beli masyarakat yang sedang tertekan.

Ia mengatakan, ukuran daya beli masyarakat yang terlihat dalam inflasi biasanya tercermin dari terus tertekannya angka inflasi inti. Sementara, deflasi yang terjadi saat ini lebih karena anjloknya inflasi bahan pangan bergejolak atau volatile food.

Sebagaimana diketahui, angka inflasi inti per Agustus 2024 di level 0,20% naik tipis dari bulan sebelumnya di level 0,18%. Sementara itu, harga pangan bergejolak deflasi sebesar 1,24% secara bulanan, melanjutkan tren deflasi bulan sebelumnya di level 1,92%.

"Kalau lihat dari coreinflation-nya masih positif, mungkin bukan dari situ," kata Sri Mulyani saat ditemui di kawasan Gedung DPD RI, Jakarta.

"Kalau deflasi berasal dari harga pangan, itu kan memang diupayakan oleh pemerintah untuk menurunkan, terutama kan waktu itu inflasi dari unsur harga pangan kan cukup tinggi terutama dari beras, kemudian El Nino, jadi kalau penurunan koreksi terhadap harga pangan itu menjadi tren yang positif," tegasnya.

Meski begitu, Sri Mulyani menekankan, pemerintah tentu tetap waspada terhadap data-data strategis tersebut. Hanya saja, ia menekankan, deflasi empat bulan beruntun itu tidak disebabkan angka inflasi inti yang ambruk, sehingga menandakan daya beli masyarakat turun.

"Kita akan tetap waspada ya, kalau kita lihat core inflation-nya masih cukup bagus dan masih tumbuh, ya itu oke," ungkap Sri Mulyani.


(miq/miq) Saksikan video di bawah ini:

Video:Alasan Pemerintah Tak "Cemas" Indonesia Deflasi 5 Bulan Beruntun

iframe]:absolute [&>iframe]:left-0 [&>iframe]:right-0 [&>iframe]:h-full">Next Article Mei 2024 Tiba-Tiba Deflasi, Daya Beli Warga RI Anjlok?

Read more